"Berhenti. Hm, aku lupa ada urusan. Nanti kita ketemu di taman tadi, ya. Nanti aku hubungi. Aku turun di sini aja. Maaf ya!"
Aku segera turun. Begitu dia hilang dari pandanganku, aku langsung memastikan apa yang kulihat tadi. Dan ternyata, memang benar. Itukan...
***
"Kenapa nangis? Ada masalah, ya? Kalau mau, cerita aja sama aku. Mana tau aku bisa bantu."
Aku dian karena dia masih tidak menjawab. Dan akhirnya, dia yang tadi terisak, menangis lagi, tiba-tiba memeluk dan..
"Aku kecewa! Aku kecewa sama orang itu semua. Aku kira, mereka itu tulus bersahabat denganku. Tapi sekarang mereka udah bosan, terus ninggalin aku.."
Sambil melepas pelukannya, sesaat aku melihatnya. Dengan airmata yang bercucuran di pipinya...
"Jangan sedih. Sabar. Kita terkadang memang pernah salah menilai orang. Kita boleh aja nangis. Tapi kita juga harus jadikan hal itu pelajaran, agar kita gak ulangin kesalahan yang sama."
Aku tersenyum, berusaha membuatnya tenang. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya, tapi masih menangis. Aku diam, karena aku masih segan untuk berkata lebih. Walau dalam hati, aku pun ingin menghiburnya. JUJUR. Aku tak sanggup melihatnya begini. Disaat seperti inilah, rasanya aku ingin menjadi sahabat yang baik untuknya. Aku ingin bisa menjadi orang yang bisa menghapusa kesedihannya, yang membuatnya selalu tersenyum.
Tidak seperti sekarang, aku melihatnya begitu rapuh. Padahal dulu, disaat kami dekat, di mataku dia adalah orang yang ceria, bahkan yang menghiburku. Tangisnya pun perlahan berhenti. Kemudian, dia mulai angkat bicara...
by : Saina Likhur -TAW-