Kisah yang membuatku cukup mengerti. Bahwa kepahitan yang kita terima, kadang menyimpan sebuah kenyataan yang cukup indah. Bukan hanya cukup indah namun juga cukup dalam, cukup berarti dan cukup berharga untuk diketahui.
**
“Aku suka kamu. Aku mau kita bisa pacaran. Sebenarnya, aku ngerasa kamu udah lama tahu akan hal ini. Yaa, kita kan sudah berteman, sudah sama-sama dari kecil. Aku harap, kamu ngerti perasaan aku.”
“Maaf.” Mungkin itu yang ingin dikatakan pemuda yang ada di hadapannya, yang diisyaratkan dari wajah dan tingkahnya. Yaa, membuat semua berhenti sesaat.
“Ah haha. Aku mengerti. A.. aku duluan ya.”
Pemuda itu terlihat terkejut. Meskipun ia sudah memprediksi semua tindakan gadis yang sedang berlalu di hadapannya itu, tetap saja ia merasa terkejut, serasa terpaku melihat sang gadis itu pergi. Yaa, mereka memang sudah lama bersama-sama, sebagai teman. Yang kadang membuat iri orang yang melihat pertemanan mereka.
Kulangkahkan kakiku ke sosok yang kini hanya menatap langit kosong. Menyadari keberadaanku, ia pun menoleh dan hanya tersenyum, tau bahwa aku telah menyaksikan siluet tadi.
“Kenapa?”
Mengerti dengan pertanyaanku, dia kembali menatap langit, merasakan kehangatan matahari, sambil masih tetap tersenyum.
“Aku hanya tidak ingin menyakitinya. Itu saja.”
“Bukankah kau yang tersakiti jika seperti ini? Aku tau perasaanmu padanya.”
“Ya, dan kau tau orang yang seperti apa aku ini, kan? Jika aku pacaran dengannya, mungkin aku akan menyakitinya dengan sifat obsesiku padanya ini. Aku hanya sedang dalam proses perubahan sifat burukku ini. Itu saja.”
Selalu mengakiri setiap kalimat dengan senyumannya yang.. terasa menyakitkan. Serasa tak percaya dengan apa yang dikatakannya, aku hanya bisa diam. Memang, akhir-akhir ini terasa usahanya untuk mengurangi sifat obsesinya itu. mungkin tindakan yang bijak, namun melihatnya seperti ini, tak tega aku.
“Aku ingin menjadi orang yang pantas untuknya. Yaa, karena aku sudah lama menyukainya, mengenalinya, memahami tindak tingkahnya. Meski aku tau dia mungkin tak akan keberatan dengan sifat burukku yang satu ini, tapi aku tetap ingin menjadikan diriku pantas untuk sosok yang kusayayangi. Untuk orang yang senyumnya selalu ingin kulihat melebihi senyumku sendiri. Untuk orang yang memedulikanku melebihi diriku sendiri ini. Orang yang kuinginkan tuk slalu bersama dalam suka. Dan firasatku pun mengatakan, dia memahami hal ini, dan akan tetap dengan tingkah tindak biasanya, menemani hari-hariku, seakan berkata ‘Aku mengerti, aku mengerti semua pikiranmu lebih daripada oranglain, kan?’, sampai saatnya nanti tiba. Saat di mana aku dan dia bisa bersatu dengan ikatan yang lebih manis, indah juga yang lebih suci dari pada sekedar pacaran.”
Mungkin pemuda ini tak melihat, tapi sebuah senyuman telah tersungging di bibirku saat mendengar kalimat-kalimat terakhirnya itu. Kurasakan rasa yang cukup menggetarkan hatiku. Yaa, mereka berdua adalah sahabatku. Aku hanya ingin mereka tidak akan menyesal, dan malah akan menemukan hasil terbaik dari semua pemikiran dan tindakan mereka.
**
Hari ini, kudapatkan sebuah kisah. Mungkin sekejap mata terlihat seperti penolakan cinta. Tapi, dibalik itu semua, tertoreh sebuah kemurnian akan sebuah rasa. Rasa yang mampu membuatmu menjadi orang yang paling baik atau orang yang paling buruk di dunia. Ku tahui bahwa, ‘cinta’ itu mungkin lebih dominan berpasangan dengan kata ‘menyakiti’ dan ‘sayang’ dominan berpasangan dengan kata ‘melindungi’.